Perhitungan biaya produksi makanan awetan dari bahan nabati pada dasarnya sama dengan cara biaya produksi lainnya. Biaya yang harus dihitung adalah biaya investasi, biaya tetap (listrik, air, penyusutan alat/gedung, dll), serta biaya tidak tetap (bahan baku, tenaga kerja dan overhead). Bahan baku dapat terdiri dari bahan baku utama dan bahan baku tambahan, serta bahan kemasan.
Biaya bahan baku adalah biaya yang dikeluarkan untuk membeli bahan baku. Biaya produksi termasuk biaya tenaga kerja. Jasa tenaga kerja ditetapkan sesuai keterampilan yang dimiliki pekerja dan sesuai kesepakatan antara pekerja dan pemilik usaha atau kesepakatan dalam kelompok kerja. Biaya produksi menentukan harga jual produk. Penentuan harga jual juga harus mempertimbangkan modal dan biaya yang sudah dikeluarkan untuk produksi. Pengolahan produk kesehatan membutuhkan peralatan dan mesinkerja. Biaya pembelian alat-alat kerja tersebut dihitung sebagai modal kerja. Biaya modal kerja ini akan terbayar dengan laba yang diperoleh dari hasil penjualan. Titik impas (Break Even Point) adalah seluruh biaya modal yang telah dikeluarkan sudah kembali. Setelah mencapat titik impas, sebuah usaha akan mulai dapat menghitung keuntungan penjualan.
Harga jual produk adalah sejumlah harga yang dibebankan kepada konsumen yang dihitung dari biaya produksi dan biaya lain di luar produksi seperti biaya distribusi dan promosi. Biaya produksi adalah biaya-biaya yang harus dikeluarkan untuk terjadinya produksi barang. Unsur biaya produksi adalah biaya bahan baku, biaya tenaga kerja dan biaya overhead. Secara umum biaya overhead dibedakan atas biaya overhead tetap, yaitu biaya overhead yang jumlahnya tidak berubah walaupun jumlah produksinya berubah dan biaya overhead variabel, yaitu biaya overhead yang jumlahnya berubah secara proporsional sesuai dengan perubahan jumlah produksi. Biaya yang termasuk ke dalam overhead adalah biaya listrik, bahan bakar minyak, dan biaya-biaya lain yang dikeluarkan untuk mendukung proses produksi. Biaya pembelian bahan bakar minyak, sabun pembersih untuk membersihkan bahan baku, benang, jarum, lem dan bahan bahan lainnya dapat dimasukan ke dalam biaya overhead. Jumlah biaya-biaya yang dikeluarkan tersebut menjadi Harga Pokok Produksi (HPP).
Pada bahasan kali ini, akan dipaparkan contoh perhitungan harga untuk minuman lidah buaya. Diasumsikan dalam satu kali proses produksi akan diproduksi 500 mangkok lidah buaya, masing-masing berisi 240 gram lidah buaya (buah dan kuah). Perhitungan biaya produksi meliputi biaya investasi, biaya tetap dan tidak tetap (variabel) untuk lidah buaya disajikan berikut ini. Hal ini untuk menjadi bahan pembelajaran jika akan membuat perencanaan kewirausaah jenis produk lainnya.
1. Investasi Alat dan Mesin
Investasi alat dan mesin, yaitu pembelian perlengkapan alat dan mesin
produksi yang dibutuhkan untuk proses produksi. Alat dan mesin
produksi yang dibeli harus sesuai dengan kapasitas produksi, dan hal
teknis lainnya, seperti ketersediaan daya listrik, dan lainnya. Pada proses
produksi lidah buaya, alat dan mesin yang dibutuhkan pada Tabel 4.
Tabel 1 Investasi alat dan mesin lidah buaya
2. Biaya Tidak tetap (Variabel)
Biaya tidak tetap adalah biaya yang dikeluarkan sesuai dengan
jumlah produksi. Jadi, sifatnya tidak tetap, bisa berubah sesuai jumlah
produksinya. Biaya tidak tetap ini, biasanya meliputi biaya bahan baku,
bahan pembantu dan bahan kemasan. Pada proses produksi minuman
lidah buaya, kebutuhan bahan baku pada Tabel 2.
3. Biaya Tetap
Biaya tetap adalah biaya yang dikeluarkan yang jumlahnya tetap setiap
bulannya, berapa pun jumlah produksinya. Biaya tetap meliputi biaya
tenaga kerja, listrik/air, gas, penyusutan alat, dan lainnya. Pada produk
lidah buaya, biaya tetap yang dibutuhkan tersaji pada Tabel 3.
4. Total Biaya
Total biaya adalah jumlah keseluruhan biaya tidak tetap dan biaya tetap.
Pada proses produksi lidah buaya, total biaya yang dibutuhkan adalah
Total biaya = Biaya variabel + Biaya tetap
= Rp 1.039.750 + Rp 369.200
= Rp 1.408.950
5. Harga Pokok Produksi (HPP)
Harga Pokok Produksi (HPP) adalah harga pokok dari suatu produk. Jika
dijual dengan harga tersebut, produsen tidak untung dan juga tidak rugi.
HPP ditentukan untuk bisa menentukan harga jual. Harga jual adalah HPP
ditambah margin keuntungan yang akan diambil. Untuk produk lidah
buaya ini, HPP-nya adalah
Total Biaya / Jumlah produksi
Rp 1. 408.950,- / 500 = Rp. 2.818,-
6. Harga Jual
Harga jual adalah harga yang harus dibayarkan pembeli untuk
mendapatkan produk tersebut. Harga jual bisa ditentukan dengan
mempertimbangkan HPP dan juga produk pesaing. Harga jual ini
meliputi harga dari pabrik dan harga konsumen. Harga dari pabrik tentu
lebih murah karena saluran distribusi (agen, toko, counter, dll) tentu juga
harus mendapatkan keuntungan.
Pada produk lidah buaya dalam kemasan mangkok ini, melihat HPP-nya
yaitu Rp2.818,- dan produk pesaing dengan volume yang relatif sama
dijual berkisar Rp5.000,- sampai Rp7.000,-, ditetapkan harga jual untuk
minuman lidah buaya dari pabrik adalah Rp 4.000,- (pada Tabel 4), dengan
harapan di tingkat konsumen, harganya adalah Rp 4.500,- sampai Rp
6.000,
7. Penerimaan Kotor
Penerimaan kotor adalah jumlah penerimaan uang yang didapatkan oleh
perusahaan, sebelum dipotong total biaya. Pada produksi lidah buaya ini,
jumlah penerimaan kotor pada Tabel 8.
8. Pendapatan Bersih (Laba)
Pendapatan bersih adalah jumlah penerimaan uang yang didapatkan
oleh perusahaan, setelah dipotong total biaya. Pada produksi lidah buaya
ini, jumlah penerimaan bersih adalah:
Pendapatan Bersih = Penerimaan kotor – Total biaya
= Rp2.000.000 – Rp1.408.950
= Rp591.050
Jadi perkiraan pendapatan untuk satu kali produksi, yaitu sebanyak 500
mangkok lidah buaya, akan mendapatkan laba/keuntungan sebesar Rp
591.050,- (lima ratus Sembilan puluh satu ribu lima puluh rupiah).
0 komentar :
Posting Komentar