Jumat, 21 Agustus 2020

Perhitungan Biaya Makanan Awetan dari Bahan Nabati


Perhitungan biaya produksi makanan awetan dari bahan nabati pada dasarnya sama dengan cara biaya produksi lainnya. Biaya yang harus dihitung adalah biaya investasi, biaya tetap (listrik, air, penyusutan alat/gedung, dll), serta biaya tidak tetap (bahan baku, tenaga kerja dan overhead). Bahan baku dapat terdiri dari bahan baku utama dan bahan baku tambahan, serta bahan kemasan.

Biaya bahan baku adalah biaya yang dikeluarkan untuk membeli bahan baku. Biaya produksi termasuk biaya tenaga kerja. Jasa tenaga kerja ditetapkan sesuai keterampilan yang dimiliki pekerja dan sesuai kesepakatan antara pekerja dan pemilik usaha atau kesepakatan dalam kelompok kerja. Biaya produksi menentukan harga jual produk. Penentuan harga jual juga harus mempertimbangkan modal dan biaya yang sudah dikeluarkan untuk produksi. Pengolahan produk kesehatan membutuhkan peralatan dan mesinkerja. Biaya pembelian alat-alat kerja tersebut dihitung sebagai modal kerja. Biaya modal kerja ini akan terbayar dengan laba yang diperoleh dari hasil penjualan. Titik impas (Break Even Point) adalah seluruh biaya modal yang telah dikeluarkan sudah kembali. Setelah mencapat titik impas, sebuah usaha akan mulai dapat menghitung keuntungan penjualan.

Harga jual produk adalah sejumlah harga yang dibebankan kepada konsumen yang dihitung dari biaya produksi dan biaya lain di luar produksi seperti biaya distribusi dan promosi. Biaya produksi adalah biaya-biaya yang harus dikeluarkan untuk terjadinya produksi barang. Unsur biaya produksi adalah biaya bahan baku, biaya tenaga kerja dan biaya overhead. Secara umum biaya overhead dibedakan atas biaya overhead tetap, yaitu biaya overhead yang jumlahnya tidak berubah walaupun jumlah produksinya berubah dan biaya overhead variabel, yaitu biaya overhead yang jumlahnya berubah secara proporsional sesuai dengan perubahan jumlah produksi. Biaya yang termasuk ke dalam overhead adalah biaya listrik, bahan bakar minyak, dan biaya-biaya lain yang dikeluarkan untuk mendukung proses produksi. Biaya pembelian bahan bakar minyak, sabun pembersih untuk membersihkan bahan baku, benang, jarum, lem dan bahan bahan lainnya dapat dimasukan ke dalam biaya overhead. Jumlah biaya-biaya yang dikeluarkan tersebut menjadi Harga Pokok Produksi (HPP).

Pada bahasan kali ini, akan dipaparkan contoh perhitungan harga untuk minuman lidah buaya. Diasumsikan dalam satu kali proses produksi akan diproduksi 500 mangkok lidah buaya, masing-masing berisi 240 gram lidah buaya (buah dan kuah). Perhitungan biaya produksi meliputi biaya investasi, biaya tetap dan tidak tetap (variabel) untuk lidah buaya disajikan berikut ini. Hal ini untuk menjadi bahan pembelajaran jika akan membuat perencanaan kewirausaah jenis  produk lainnya.


1. Investasi Alat dan Mesin

Investasi alat dan mesin, yaitu pembelian perlengkapan alat dan mesin

produksi yang dibutuhkan untuk proses produksi. Alat dan mesin

produksi yang dibeli harus sesuai dengan kapasitas produksi, dan hal

teknis lainnya, seperti ketersediaan daya listrik, dan lainnya. Pada proses

produksi lidah buaya, alat dan mesin yang dibutuhkan pada Tabel 4.

Tabel 1 Investasi alat dan mesin lidah buaya

2. Biaya Tidak tetap (Variabel)

Biaya tidak tetap adalah biaya yang dikeluarkan sesuai dengan

jumlah produksi. Jadi, sifatnya tidak tetap, bisa berubah sesuai jumlah

produksinya. Biaya tidak tetap ini, biasanya meliputi biaya bahan baku,

bahan pembantu dan bahan kemasan. Pada proses produksi minuman

lidah buaya, kebutuhan bahan baku pada Tabel 2.

3. Biaya Tetap

Biaya tetap adalah biaya yang dikeluarkan yang jumlahnya tetap setiap

bulannya, berapa pun jumlah produksinya. Biaya tetap meliputi biaya

tenaga kerja, listrik/air, gas, penyusutan alat, dan lainnya. Pada produk

lidah buaya, biaya tetap yang dibutuhkan tersaji pada Tabel 3.

4. Total Biaya

Total biaya adalah jumlah keseluruhan biaya tidak tetap dan biaya tetap.

Pada proses produksi lidah buaya, total biaya yang dibutuhkan adalah

Total biaya = Biaya variabel + Biaya tetap

= Rp 1.039.750 + Rp 369.200

= Rp 1.408.950

5. Harga Pokok Produksi (HPP)

Harga Pokok Produksi (HPP) adalah harga pokok dari suatu produk. Jika

dijual dengan harga tersebut, produsen tidak untung dan juga tidak rugi.

HPP ditentukan untuk bisa menentukan harga jual. Harga jual adalah HPP

ditambah margin keuntungan yang akan diambil. Untuk produk lidah

buaya ini, HPP-nya adalah

Total Biaya / Jumlah produksi

Rp 1. 408.950,- / 500 = Rp. 2.818,-

6. Harga Jual

Harga jual adalah harga yang harus dibayarkan pembeli untuk

mendapatkan produk tersebut. Harga jual bisa ditentukan dengan

mempertimbangkan HPP dan juga produk pesaing. Harga jual ini

meliputi harga dari pabrik dan harga konsumen. Harga dari pabrik tentu

lebih murah karena saluran distribusi (agen, toko, counter, dll) tentu juga

harus mendapatkan keuntungan.

Pada produk lidah buaya dalam kemasan mangkok ini, melihat HPP-nya

yaitu Rp2.818,- dan produk pesaing dengan volume yang relatif sama

dijual berkisar Rp5.000,- sampai Rp7.000,-, ditetapkan harga jual untuk

minuman lidah buaya dari pabrik adalah Rp 4.000,- (pada Tabel 4), dengan

harapan di tingkat konsumen, harganya adalah Rp 4.500,- sampai Rp

6.000,

7. Penerimaan Kotor

Penerimaan kotor adalah jumlah penerimaan uang yang didapatkan oleh

perusahaan, sebelum dipotong total biaya. Pada produksi lidah buaya ini,

jumlah penerimaan kotor pada Tabel 8.

8. Pendapatan Bersih (Laba)

Pendapatan bersih adalah jumlah penerimaan uang yang didapatkan

oleh perusahaan, setelah dipotong total biaya. Pada produksi lidah buaya

ini, jumlah penerimaan bersih adalah:

Pendapatan Bersih = Penerimaan kotor – Total biaya

= Rp2.000.000 – Rp1.408.950

= Rp591.050

Jadi perkiraan pendapatan untuk satu kali produksi, yaitu sebanyak 500

mangkok lidah buaya, akan mendapatkan laba/keuntungan sebesar Rp

591.050,- (lima ratus Sembilan puluh satu ribu lima puluh rupiah).

0 komentar :

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.